Tugas Bu aah
Mutawakkil
mendirikan kota Jafariya
Nama lengkap Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M) adalah Al-Mutawakkil Alallah,
Ja’far, Abu Al-Fadhli bin Mu’tashim bin Al-Rasyid. Ibunya seorang mantan budak
bernama Syuja’. Al-Mutawakkil lahir pada 205 H. ia dilantik sebagai khalifah
pada 24 Dzulhijjah 232 H setelah wafatnya Al-Watsiq. Berbeda dengan
pendahulunya, Al-Mutawakkil lebih cenderung denga Ahlus Sunnah. Hal ini
dilakukannya dengan cara banyak membantu mereka yang memiliki akidah dan
pandangan Ahlus Sunnah. Dan juga mencabut aturan yang mengharuskan setiap orang
untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu mahluk. Perintah ini di sebarkan ke
seluruh wilayah kekuasaannya pada 234 H.
Khalifah Al-Mutawakkil sangat menghormati para ulama Ahlus
Sunnah . Ia pernah mengundang mereka mengadiri pengajian yang di hadiri 30.000
orang. Pada 235 H, Al-Mutawakkil mewajibkan kepada setiap orang Kristen untuk
memakai gelang sebagai pengenal bahwa mereka Kristen. Pada 237 H, dia
memerintahkan bawahannya Abu Bakar bin Al-Laits, seorang Hakim Agung Mesir
karena sebagai salah seorang pemimpin gerakan jahmiyah yang sesat, kemudian di
ganti dengan Al-Harits bin Miskin, salah satu murid ke_6 Imam Malik.
Pada 243 H, Khalifah Al-Mutawakkil datang ke Damaskus. Ia
sangat tertrik dengan pemandangan kota itu sehingga memerintahkan
orang_orangnya untuk membangun sebuah istana di dariyah. Sang Khalifah
menetapdi Damaskus selama 2-3 bulan, untuk seterusnya kembali ke Irak.
Al-Mutawakkil dikenal sebagai seorang pemurah dan banyak di puji karena
kemurahan hatinya dalam memberikan bantuan .
Ketidak senanangan orang-orang Turki
terhadap Al-Mutawakkil karena beberapa masalah antara mereka. Inilah
yang memicu sepakatan orang-orang Turki dan Al-Muthasir untuk membunuh sang khalifah,
ayahnya sendiri.
Suatu malam masuklah 5 orang
Turki ke tengah-tengah tempat Al-Mutawakkil bersenang-senang, lalu
mereka membunuhnya. Turut menjadi korban juga seorang menterinya yang bernama
Al-Fath bin Khaqan.[1]
Mutawakkil founded the city of Jafariya
The full name of Caliph Al-Mutawakkil (847-861 AD) is Al-Mutawakkil
Alallah, Ja'far, Abu Al-Fadhli bin Mu'tashim ibn Al-Rashid. His mother is a
former slave named Syuja '. Al-Mutawakkil was born in 205 AH. He was
inaugurated as Caliph at 24 Dhul-Hijjah 232 AH after the death of Al-Watsiq.
Unlike his predecessor, Al-Mutawakkil is more prone to Ahlus Sunnah. This is
done in a way that helps many who have a creed and a view of Ahlus Sunnah. And
it also revokes the rules that require everyone to say that the Qur'an is a being.
This command was distributed throughout his territory in 234 H.
The Caliph Al-Mutawakkil greatly respects the scholars of Ahlus Sunnah. He
once invited them to attend a recitation attended by 30,000 people. In 235 H,
Al-Mutawakkil obliged every Christian to wear a bracelet as an identifier that
they were Christians. In 237 H, he ordered his subordinate Abu Bakr bin
Al-Laits, an Egyptian Supreme Court Judge for being one of the leaders of the
misguided jahmiyah movement, then replaced with Al-Harith Ibn Poor, one of the
6th Imam Malik's disciples.
In 243 H, the Caliph Al-Mutawakkil came to Damascus. He was very intrigued
by the city's landscape and ordered his people to build a palace in the hall.
The Caliph lived in Damascus for 2-3 months, to return to Iraq. Al-Mutawakkil
is known as a generous and much praised for his generosity in providing help.
The Turkish inconsistency against Al-Mutawakkil because of some problems
between them. This is what prompted the agreement of the Turks and Al-Muthasir
to kill the caliph, his own father.
One night enter 5 Turks into the middle of where Al-Mutawakkil is having fun, then they kill him. Also victimized is also a minister named Al-Fath bin Khaqan
One night enter 5 Turks into the middle of where Al-Mutawakkil is having fun, then they kill him. Also victimized is also a minister named Al-Fath bin Khaqan
Ahmad menemukan
peraturan Samanid di Transoxiana
Abu Ibrahim Ismail bin
Ahmad (Persia:
November 907), lebih dikenal sebagai[2]
Ismail bin Ahmad atau Ismail Samani, adalah amir Transoxiana (892-907) dan Khorasan (900-907). Pemerintahannya memandang munculnya
Samaniyah sebagai dinasti yang kuat. Ia merupakan anak Ahmad bin As’ad, dan keturunan Saman Khuda,
pendiri Dinasti
Samaniyah yang berpindah agama dari Zoroastrianisme menjadi Islam. Ia dihormati
sebagai leluhur Bangsa Tajik. Monumennya dibangun di Dushanbe, Tajikistan. Namanya juga
diabadikan untuk menyebutkan nama mata uang Tajikistan yaitu Somoni. Bahkan puncak
tertinggi di Tajikistan jiga dinamai Puncak Ismail Samani, yang terletak
di Pegunungan
Pamir di timur Tajikistan.
Ahmad found the Samanid rule in Transoxiana
Abu Ibrahim Ismail bin Ahmad (Persian: November 907), better known as
Ismail bin Ahmad or Ismail Samani, is Transoxiana amir (892-907) and Khorasan
(900-907). His government saw the emergence of Samaniyah as a powerful dynasty.
He is the son of Ahmad bin As'ad, and the descendant of Saman Khuda, the founder
of the Samaniyah dynasty who converted from Zoroastrianism to Islam. He is
revered as an ancestor of the Tajiks. The monument was built in Dushanbe,
Tajikistan. His name is also enshrined to mention the name of the Tajikistan
currency, Somoni. Even the highest peak in Tajikistan jiga is named Ismail
Samani Peak, located in the Pamir Mountains in eastern Tajikistan.
Pembunuhan Mahasiswi Pilkada Mutawakkil Aksesi Muntasir
Al-Mutawakkil terus mengandalkan negarawan Turki dan pasukan
budak untuk meredam pemberontakan dan memimpin pasukan menghadapi kekuasaan
asing, seperti Bizantium yang wilayahnya di Sisilia berhasil direbut. Wazirnya
Al-Fath bin Khaqan[3],
seorang Turki, adalah tokoh terkenal pada masa pemerintahannya. Namun,
kepercayaan pada orang Turki berbalik menghantuinya. Ia mengingatkan pembunuhan
terhadap panglima tertingginya yang notabene orang Turki. Hal ini menyebabkan
pengaruhnya mlorot drastis.
Al-Mutawakkil dibunuh oleh seorang
prajurit Turki pada tanggal 11 Desember. Konon, pembunuhan ini merupakan bagian
dari plot yang direncanakan putranya Al-Muntasir, yang menjadi jauh dari
ayahandanya.[4]
Muntasir adalah pemegang Khalifah
setelah ayahnya dan pada saat itu juga api kebencian menyala di dalam hatinya
ia berencana untuk balas dendam terhadap ayahnya sendiri. Atas dasar itu pada
kesempatan pertama dia mengumpulkan
sejumlah bawahannya di dalam kerajaan
dengan janji-janji harta dan kedudukan serta bersama-sama membuat rancangan
untuk membunuh ayahnya.[5]
Murdering female student Election Mutawakkil Accessi Muntasir
Al-Mutawakkil continued to rely on Turkish statesmen and slave troops to
quell the rebellion and lead troops against foreign powers, such as the
Byzantines whose territory in Sicily was captured. Wazirnya Al-Fath bin Khaqan,
a Turkish, was a famous figure during his reign. However, the belief in the
Turks turned around to haunt him. He reminded of the killing of his supreme
commander who was in fact a Turk. This causes a drastic morot effect.
Al-Mutawakkil was killed by a Turkish soldier on 11 December. It is said
that this murder was part of a planned plot of his son Al-Muntasir, who became
distant from his father.
Muntasir was the holder of the Khalifah after his father and at that very
moment the fire of hatred burned in his heart he planned to take revenge
against his own father. On that basis on the first occasion he gathered a
number of his subordinates in the kingdom with the promises of property and
position and together drafted a plan to kill his father.
Muntasir Meracuni Aksesi Kematian Mutasin
Al-Muntasir ialah Khalifah Abbasiyah di Baghdad dari 861
hingga 862 dan meninggal (862). Al-Muntasir naik secara mulus ke tahta
kekholifahan pada 861 dengan dukungan faksi Turki setelah pembunuhan
ayahandanya oleh seorang perwira Turki. Al-Muntasir terlibat dalam kejahatan.
Partai Turki kemudian membujuk Al-Muntasir menyingkirkan saudaranya dari
suksesi, takut akan balas dendam atas pembunuhan ayah mereka. Di tempat mereka,
ia akan mengangkat puteranya sebagai pewaris tahta.
Al-Muntasir dipuji karena, seperti ayahnya, mencintai dinasti
Ali (Syi’a) dan mencabut larangan ziarah ke makam Hasan dan Hussayn.
Pemerintahan Al-Muntasir berlangsung kurang dari setengah tahun; berakhir
dengan kematiannya yang tak di ketahui pada 862. Ia dalah Khalifah Bani
Abbasiyah pertama yang makamnya diketahui ;di buat pleh ibundany, budak asal
yunani. Khalifah sebelumnya mengharapkan makamnya dirahasiakan agar tidak
disembah-sembah. [6]
Muntasir Poison Accession Death Mutasin
Al-Muntasir was the Abbasid Caliph of Baghdad from 861 to 862 and died
(862). Al-Muntasir rose seamlessly to the throne of kekholifahan in 861 with
the support of the Turkish faction after the murder of his father by a Turkish
officer. Al-Muntasir is involved in a crime. The Turkish party later persuaded
Al-Muntasir to remove his brother from succession, fearful of revenge for the
murder of their father. In their place, he will raise his son as the heir to
the throne.
Al-Muntasir is praised for, like his father, loving the Ali (Shi'a) dynasty
and lifting the ban on pilgrimage to the tombs of Hasan and Hussayn.
Al-Muntasir's government lasted less than half a year; ending with an unknown
death in 862. He was the first Abbasid Caliph whose grave was known, made by
ibundany, a Greek slave. The Caliph had previously expected his tomb to be kept
secret so as not to be worshiped.
Zaidi Negara yang Didirikan di Tabaristan oleh Hasan b Zaid
Dinasti Idrisid adalah sebagian besar dinasti Berber Zaidi
berpusat di sekitar Maroko. Saat itu pemimpin yang pertama bernama Idriss.
Dinasti Hammuidi adalah dynasty Zaidi di selatan Sepanyol modern. Karena bentuk
awal dari Zaydism adalah kelompok Jarudiyya[7], banyak negara Zaidi pertama, seperti yang
dari Alavids, Buwaihi, Ukhaidhiris dan Rassids, cenderung untuk kelompok
Jarudiyya.[8]
Dinasti yang berkuasa di Maghreb barat 788-985 M, yang
dinamai sultan pertama, Idriss 1. Sebuah Negara Zaidi didirikan pada Daylaman
dan Tabaristan (utara iran) pada 864 M oleh Alavids[9]
berlangsung sampai kematian pemimpinnya di tengah Samanids di Sekitar 40 thn
928 M kemudian Negara itu dihidupkan kembali di Gilan (utara barat Iran) dan
selamat di bawah pimpinan Hasanids sampai 1128 M. Setelah itu dari 12-13 abad,
Zaydis dari Daylaman, Gilan dan Tabaristan kemudian mengakui Imam Zaidi Yaman
atau menyayangi Zaidi Iman di Iran.[10]
Para Buahi awalnya Zaidi serta penguasa Ukhaidhirite Al-Yamama pada abad 9 dan
10.[11]
Pemimpin komunitas Zaidi mengambil gelar Khalifah. Dengan
demikian, penguasa Yaman di kenal sebagai Khalifah, Al-Hadi Yahya bin Al-Husain
bin Al-Qasim Ar-Rassi Rassids (keturunan imam Al-Hasan) yang, di sa’da,
mendirikan imamah Zaidi dan system ini terus sampai perten gahan abad ke-20,
sampai revolusi 1062 CE yang menggulimgkan Imam Zaidi (lihat imam Yaman). Para
pendiri Zaidism Yaman adalah kelompok Jarudiyya[12],
Saat ini gerakan Zaidi yang paling menonjol adalah Al Shabab
Mukminin (juga dikenal sebagai Houthhi) yang terlibat dalam pemberontakan
melawan pemerintahan Yaman dimana Angkatan Darat teleah kehilangan 743 orang
dan ribuan warga sipil tak berdosa telah terbunuh atau digantikan oleh Houthi
dan pasukan pemerintahan menyebabkan krisis kemanusiaan besar di utara Yaman.[13]
Zaidi Country Established in Tabaristan
by Hasan b Zaid
The Idrisid dynasty was largely a Berber Zaidi dynasty centered around
Morocco. It was the first leader named Idriss. The Hammuidi dynasty was the
dynasty of Zaidi in southern modern Spain. Since the initial form of Zaydism is
the Jarudiyya group, many of the first Zaidi countries, such as those from
Alavids, Buwaihi, Ukhaidhiris and Rassids, tend to the Jarudiyya group.
The ruling dynasty of the western Maghreb 788-985 CE, named after the first
sultan, Idriss 1. A Zaidi State founded in Daylaman and Tabaristan (northern
iran) in 864 AD by Alavids lasted until the death of its leader in the middle
of Samanids in Approximately 40 thn 928 AD later The country was revived in
Gilan (north west of Iran) and survived under the leadership of Hasanids until
1128 AD After that from 12-13 centuries, Zaydis of Daylaman, Gilan and
Tabaristan later acknowledged the Yemenite Imam Zaidi or loved Zaidi Faith in
Iran. The Buahi were originally Zaidi as well as the ruler of Ukhaidhirite
Al-Yamama in the 9th and 10th centuries.
The Zaidi community leader took the title of Khalifah. Thus, the ruler of
Yemen is known as the Caliph, Al-Hadi Yahya bin Al-Husayn ibn Al-Qasim Ar-Rassi
Rassids (descendant of Imam Al-Hasan) who, in sa'da, founded the Zaidi Imamate
and this system continued until the perten the 20th century, until the revolution
of the 1062 CE that outlived Imam Zaidi (see Yemeni priest). The founders of
Yemen's Zaidism are the Jarudiyya group,
Currently the most prominent Zaidi movement is Al Shabab Mukminin (also
known as Houthhi) who is involved in a revolt against the Yemeni government
where the Army has lost 743 people and thousands of innocent civilians have
been killed or replaced by Houthis and government forces causing a major
humanitarian crisis north of Yemen
Mutasim terbang dari Samarra deposisi
dan aksesi Mutaaz 866
Muhammad bin Harun Ar-Rasyid adalah seorang khalifah
menggantikan saudaranya, Al-Makmun. Ia dikenal dengan julukan, Al-Mu’tashim
Billah [14](Yang
Berlindung kepada Allah). Sejak muda Al-Mu’tasim (833-842 M) tergolong seorang
militer yang memegang kedisiplinan tinggi. Ia mempunyai tubung yang tinggi dan
kuat. Al-Makmun, memindahkan hak khilafah dari putranya kepada saudaranya.
Pihak tentara sendiri kurang setuju dengan pengangkatan Al-Mu’tasim. Bahkan
mereka ramai-ramai mengangkat Abbas.
Khalifah Al-Mu’tasim tetap harus menghadapi perlawanan dari
puhak Alawiyah. Kali ini di pimpin oleh Muhammad bin Qasim bin Umar bin Ali
Zaainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Perlawanan itu segera di
padamkan dan pimpinanya di tawan. Lagi-lagi dengan sifat lembutnya, Khalifah
Al-Mu’tashim mengubah hokum mati dengan hukuman penjara. Namun pada saat
perayaan Hari Raya idul fitri, Muhammad bin Qasim melarikan diri dan sejak saat
itutak diketahui batang hidungnya.
Ditengah segala kerusuan itu, Al-Mu’tashim masih sempat
membangun sebuah kota indah yang di kenal dengan nama Sarra Man Ra’a (menggembirakan orang yang melihatnya). Lambat taun
kota itu dikenal dengan nama Samarra. Sejak
itu, pusat pemerintahan di pindah ke kota Samarra yang semula berada di
Baghdad.[15]
Mutasim flies from Samarra his
deposition and accession of Mutaaz 866
Muhammad bin Harun Ar-Rashid was
a khalifa to replace his brother, Al-Makmun. He is known by his nickname, Al-Mu'tashim Billah [16](Who
Shields to Allah). Since young Al-Mu'tasim (833-842 AD) belongs to a military
who holds high discipline. It has a high and powerful tie. Al-Ma'mun,
transferred the Khilafah right from his son to his brother. The army itself was
less amenable to the appointment of Al-Mu'tasim. In fact they were busy raising
Abbas. Khalifah Al-Mu'tasim
still have to face resistance from puhak Alawiyah. This time led by Muhammad
bin Qasim bin Umar bin Ali Zaainal Abidin bin Husayn ibn Ali ibn Abi Talib.
Resistance was immediately put down and his leader in captivity. Again with its
gentle nature, the Khalifah Al-Mu'tashim changed the law of death by
imprisonment. However, during the celebration of Hari Raya Idul Fitri, Muhammad
bin Qasim fled and from then on it was known to the bridge of his nose.
In the midst of all that turmoil,
Al-Mu'tashim still had time to build a beautiful city which is known by the
name of Sarra Man Ra'a (cheer the people who see it). Slow taun the city is
known as Samarra. Since then, the center of government in the move to the city
of Samarra which was originally located in Baghdad.
[1]
REPUBLIKA.CO.ID
[2]
Wikipedia
[3] Al-Fath
bin Khaqan adalah pengawal Mutawakkil dan seorang tokoh terkenal dari Turki.
[4]
Wikipedia.co.id
[5]
Mitsal.co.id
[6]
Wikipedia
[7]
Article by Sayyid ‘Ali ibn ‘Ali Al-Zaidi, A short History of the Yemenite
Shi’ites (2005) Referencing; Momen, p.50,51. And S.S. Akhtar Rizvi.”Shi’a
Sects”
[8]
Hodgson, Marshall (1961), Venture of Ismail, Chicago: University of Chicago
Press, pp. 262
[9]
Article by Sayyid ‘Ali ibn ‘Ali Al-Zaidi, A short History of the Yemenite
Shi’ites (2005) Reverencing: Iranian Influence on Mslem Literature
[10]
Article by Sayyid ‘Ali ibn ‘Ali Al-Zaidi, A short History of the Yemenite
Shi’ites (2005) Reverencing : Encyclopedia Iranica
[11]
Madelung, W. ‘al-Ukhayadir.” Encyclopedia of islam. Edited by: P. Bearman, Th.
Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Brill, 2007. Brill
Online. 07 December 2007
[12]The
Gulf 2000 Project SIPA Columbia University
[13]
Donald Daniel Leslie (1998). “The Integration of Religious Minorities in Chin:
The Case of Chinese Muslims”. The
Fifty-ninth George Ernest Morrison Lecture in Ethnology. P> 6. Retrived 30
November 2010
[14] , Al-Mu’tashim
Billah adalah nama julukan dari Muhammad bin Harun Ar-Rasyid ia seorang
khalifah yang menggantikan saudaranya, Al-Makmun
[15]
REPUBLIKA.CO.ID
Komentar
Posting Komentar